Title : You Not Same Anymore
Main Cast : Park Ji Yeon
Other Cast : Lee Jinki ; Luna ;
Mavin
Genre : Sad, Family
Length : One Shoot
Backsound : K-Will – I Hate My Self
***
Ku hembuskan nafas yang terasa amat berat, meremas lenganku cukup kuat.
Saat lagi-lagi kau mengucapkan kata yang selalu sama. Kata yang kau pun tahu
jika hal itu tak dapat aku jawab. Mengapa kau masih memaksakannya ? Bukankah
kau akan tetap tahu jawabnnya.
“Apa kau benar-benar menginginkan semua ini ?”
Kau mengangguk mantap. Hey ! Lihatlah, bahkan kau tak menatapku sedikit
pun. Lebih memilih menatap rerumputan yang kini menjadi alas untuk kita duduk
berdua.
Lagi.
Ku hela nafas berat. Bibirku ku tarik untuk menciptakan seulas senyuman
pahit yang amat sakit ku rasa.
“Aku juga sudah lelah, Onew. Hanya saja…
Aku menggantungkan ucapanku begitu saja. Rasanya lidahku tiba-tiba saja
terasa amat kelu.
“Kau selalu mengelak. Apa sulitnya berkata Iya. Bukankah kau juga tahu
ini untuk kebaikan kita semua ?”
Aku tersenyum kecut. Menatap langit yang mulai mendung. Mungkin
sebentar lagi akan turun hujan lebat. Ku tatap wajahnya yang kini menatapku. Ia
mencoba meyakinkanku dengan tatapannya. Namun sayang, semuanya tak mengubah
keadaan. Rasanya masih tetap sulit.
“Apa kau berjanji tak akan mengingkari janjimu ?”
“Tentu saja.”
Aku terdiam. Sedikit ragu. Walau aku tahu kau tak mungkin mengingkari
janjimu.
“Jika itu yang kau inginkan. Baiklah, aku merelakanmu….”
Dengan berat hati akhirnya kalimat itu keluar juga dari mulutku. Ku
lihat kau tersenyum dan memelukku amat erat. Rasanya hangat, namun mengapa
didalam sana justru terasa membeku.
“Cepat kembali. Aku akan merindukanmu….”
Lelehan air mata itu akhirnya tak dapat ku bendung. Mengalir begitu
saja melewati pipiku. Aku terisak sementara kau mengelus punggungku lembut.
“Aku bernjaji. Setelah aku mengumpulkan uang yang banyak untuk kita dan
biaya adikmu. Aku akan segera pulang…”
Aku mengangguk dan semakin mengeratkan pelukannya.
“Aku akan selalu menunggumu disini….”
.
.
.
Dan sekarang disinilah aku. Mengantarkannya menuju stasiun kereta api
yang akan mengatarkannya menuju Seoul. Pusat kota Korea Selatan yang di yakini
sebagai gudang uang. Namun menurutku tak selamanya Pusat kota adalah gudang
uang. Terkadang disana kita dijadikan sampah yang hanya dipandang rendah dan
ditendang karena menjijikan.
Itu yang kutakutkan Onew. Walau aku tahu kau bekerja di sebuah rumah
megah yang kau sebut-sebut tempo hari. Aku hanya takut kau terlena dengan dunia
Seoul dan melupakanku juga Daegu, kota kelahiranmu. Kota dimana kita pertama
kali bertemu dan merasakan hal itu. Aku takut kau benar-benar pergi dan tak
akan kembali lagi. Sama seperti appaku dulu yang meninggalkan umma hanya karena
uang sesaat setelah ia pergi ke Seoul. Dan sampai sekarang ia tak pernah muncul
lagi.
“Jiyeon~aa…”
Panggilanmu menyadarkanku dari lamunan yang cukup membuatku kembali
meringis ketakutan. Kau tersenyum dan menarik kedua lenganku untuk kau genggam.
“Benjanji padaku untuk selalu menungguku sampai aku kembali nanti…”
Aku mengangguk cepat. Tentu Onew. Tanpa kau suruh pun akan selalu ku
tunggu. Karena kau orang kedua yang berarti dalam hidupku setelah Mavin adikku.
Kurasakan hangat disekujur tubuhku saat kau memelukku dengan begitu erat.
“Aku mencintaimu….”
“Aku tahu. Dan aku lebih mencintaimu…”
aku memejamkan mata saat kau mengecup keningku lama. Perlahan kau
melepaskan lenganku. Melangkahkan kaki menuju gerbong kereta api. Aku hanya
berdiri dan melihatmu sampai kau masuk dan duduk di sebuah kursi dekat jendela.
Aku tersenyum saat kau melambaikan tangan kearahku. Kubalas dengan senyuman dan
lambaian tangan juga.
Air mataku jatuh bersamaan dengan menghilangnya kau dari pandanganku.
“Aku berharap kau selalu sama, Onew..”
***
3 YEARS LATER
“Noona…”
“Wae sayang..?” aku berjongkok di hadapan Mavin yang terlihat kesulitan
memasang dasi seragam sekolahnya. Ini adalah hari pertama ia masuk sekolah
dasar, ia terlihat bahagia. Senyuman tak lepas dari bibir mungilnya. Ku bantu
ia memasang dasi dan mengikat tali sepatu.
“Noona, kapan Onew hyung pulang ? Mavin merindukannya..”
Aku terdiam. Tak mampu menjawab apapun. Setelah kepergiannya 3 tahun
yang lalu. Dia tak pernah sekali pun mengirimkanku kabar. Sempat terbersit
prasangka buruk dalam hatiku namun dengan cepat ku tepis. Mungkin ia terlalu
sibuk dengan pekerjaannya hingga tak sempat mengirimi kabar. Gwenchana. Aku
percaya janjinya dulu dan masih akan tetap menunggunya sampai ia kembali.
“Sebentar lagi. Mungkin bulan depan Onew oppa pulang. Makannya kau
belajar yang benar supaya ia bangga padamu, eum..” Ujarku seraya tersenyum
Mavin mengangguk dan tersenyum lebar menampakan deretan gigi susunya
yang putih dan rapih.
“Kajja noona antar kesekolahmu hari ini…”
“YEAH..KAJJA…” Mavin berteriak riang dan menarik lenganku untuk ia genggam.
Aku hanya tersenyum. Mengingat seseorang yang dulu selalu melakukan hal yang
sama seperti apa yang Mavin lakukan saat ini.
Bogoshippeo.
***
Setelah mengatarkan Mavin ke sekolahnya, Aku bergegas menuju restoran
tempatku bekerja. Yah, setelah Onew pergi ke Seoul untuk bekerja aku pun
mencoba mencari pekerjaan di Daegu dan aku sangat bersyukur bertemu Jeongmin
sahabatku saat sekolah atas yang ternyata pemilik sebuah restoran yang cukup
terkenal di Daegu dan aku di ajaknya untuk bekerja. Walau sebagai pelayan aku
tetap bersyukur karena setidaknya gaji yang aku dapatkan cukup untuk biaya
hidupku dan Mavin juga biaya sekolahnya.
Aku duduk dikursi belakang bus yang biasanya akan mengatarkanku ke
Heaven Restoran tempatku bekerja. Mataku tak sengaja menangkap sebuah tulisan
tangan di pinggir besi penyangga tempat duduk. Bibirku tersenyum, kembali
teringat masa itu.
FlashBack
Senyuman tak
pernah memudar dari bibirnya. Aku merasa nyaman saat lagi-lagi Onew merangkul
bahuku agar bersandar di dadanya yang bidang. Setelah menunggunya selesai
bekerja di sebuah bar sebagai pelayan kami berniat untuk berjalan-jalan ke
pasar malam.
“Oppa, jika
kau lelah sebaiknya kita tak usah kepasar malam saja. Lagiankan sayang uangnya
di hambur-hamburkan, kitakan bisa menabung uang itu untuk masa depan kita
nanti…” Ujarku panjang lebar.
Sementara
Onew hanya mengusak rambutku dan mengecupnya.
“Gwechana,
bukankah hari ini ulang tahunmu, eoh ? Jadi aku akan membuatmu tak berhenti
tersenyum hari ini….”
“Gomawo…”
pelanku. Ku peluk tubuhnya yang hangat dengan erat. Chinja. Aku benar-benar
mencintai namja ini. Namja yang tak sengaja Tuhan pertemukan denganku saat
kejadian dimana aku dan Mavin kehilangan seluruh harta kami karena dirampok.
Saat itu aku membawa Mavin yang menangis duduk di pinggiran toko yang sudah
tutup. Aku tak memiliki apapun saat itu kecuali Mavin adikku satu-satunya
karena umma telah meninggal beberapa bulan yang lalu. Tak kuasa aku juga
menangis, saat hujan lebat mengguyur Seoul kami kedinginan. Sampai Onew datang sebagai
sosok malaikat yang amat baik. Yang mau menampungku dan Mavin dan sejak saat
itu kami jatuh cinta dan aku mencintainya dengan sangat. Kami berjanji untuk
selalu bersama sampai ajal menjemput. Selalu kata-kata itu yang ia ucapkan.
Onew tak pernah membiarkanku untuk bekerja, selalu ia yang bekerja keras untuk
membiayai aku juga Mavin. Dalam hati aku merasa kasihan melihatnya namun
semangatnya dan saat ia meyakinkanku akn tak bisa melakukan apapun selain
menyiyakan.
“Apa yang
kau lakukan ?” Tanyaku heran saat tiba-tiba Onew mengeluarkan spidol dari saku
mantelnya dan menuliskan sesuatu di besi peyangga tempat duduk.
‘Jinki Love
Jiyeon’
Aku
tersenyum membacanya.
“Selamanya
aku akan mencintaimu…”
“Bohong…”
Ujarku cepat. Menyilangkan lengan didepan dada.
“Aishh !
Kenapa kau tak pernah percaya eoh ?” Tanyanya
Aku hanya
terkekeh dan mencubit pipinya yang mengurus akhir-akhir ini, apa terlalu lelah
eoh ?
“Ani.
Selamanya aku akan selalu percaya apa yang kau katakan…”
Sampai
mataku terpejam saat Onew mengecup bibirku cukup lama.
End FlashBack
“Apa kau ingat jika hari ini adalah hari ulang tahunku, oppa ?”
Aku menunduk. mengusap photo yang ku pegang sedari tadi. Hanya sosoknya
yang tengah tersenyum.
“Aku merindukanmu. Kapan kau pulang oppa ? Mengapa lama sekali…”
Terkadang aku merasa ragu dengan janjinya. Ketakutan itu semakin besar
seiring berjalannya waktu, semakin lama entah mengapa kepercayaanku padamu
semakin memudar.
Ku sandarkan kepalaku di kaca jendal bus yang bergerak menyusuri
jalanan yang cukup ramai. mataku terfokus menatap satu objek, seseorang yang
tengah bersandar pada kap mobil di depan sebuah butik pakaian wanita. Aku
melihatnya dengan seksama, takut-takut aku salah melihat. Namun wajahnya tak
Nampak jelas karena bus yang ku tumpangi semakin menjauh darinya.
“Apa itu kau, Onew oppa ?”
.
.
.
.
“Jiyeon~aa antarkan ini pada meja no 8…” Titah tuan Shin.
Aku mengangguk cepat dan mengambil nampan berisi makanan dan juga
minuman.
“Ini pesanan anda …” Ujarku ramah seraya meletakan mangkuk makanan dan
minuman itu di mejanya. Yeoja di hadapanku hanya tersenyum dan mengangguk. Lalu
kemudian ia kembali sibuk mengutak-atik ponselnya
“Selamat menikmati…” Ujarku lagi.
“Ne, gomapta..”
Kelangkahkan kakiku pergi menjauhinya hendak melayani pelanggan yang
lainnya. Namun naas saat aku berbalik aku menumbruk seseorang dan terjatuh.
“Akh, Joesunghamnida..Kau tidak apa-apa ?” Dia membantuku berdiri. Aku
membenarkan bajuku yang berantakan. Hendak mendoak dan mengucapkan terima
kasih.
“Ne..gwe—
Ucapanku terputus saat tiba-tiba jantungku berdetak dengan cepat. Aku
mematung tak bisa melakukan apapun lagi. Lidahku seraya kelu, tenggorokanku
tercekat dan aku tak bisa melakukan apapun selain melihatnya yang juga terlihat
kaget melihatku.
“Onew…”
“Oppa, akhirnya kau datang juga…”
Mataku memanas saat yeoja tadi kini tengah merangkul lengan Onew yang
hanya diam tak berusaha berontak sama sekali.
“Kau kenal dia oppa ?”
Aku masih diam. Menunggu kata apa yang akan meluncur dari mulutmu.
“Oppa..kau mengenalnya ?”
“Tidak.”
Aku tersenyum pilu. Jantungku remuk saat itu juga. Penantianku selama
ini menunggumu ternyata memang hanya sia-sia. Hatiku memang tak berbohong,
berkali ku elak kata hatiku untuk melupakanmu ternyata itu hanya sebuah
kesia-siaan. Aku menyesal telah menunggumu Onew karena ternyata kau bahkan tak
mau mengakuiku yang menyedihkan ini.
“Agashi, apa kau mengenal namjachinguku ?” Tanya yeoja itu lagi.
Hah ! Namjachingu ? Jadi dia yeojachingumu Onew, lalu aku ? Sepertinya
memang benar. Uang membuat siapa saja lupa dengan masa lalunya. Membuat
siapapun rela melupakan bahkan menghapus semua nama orang yang ia cintai dari
otaknya.
Aku menggeleng cepat. Mengepalkan kedua lenganku kuat. “Aniyo. Mian
saya harus kembali bekerja…” Ucapku pada akhirnya.
Ku langkahkan kakiku yang terasa amat berat untuk pergi meninggalkan
tempat itu. Ternyata yang tadi ku lihat di depan toko itu memang kau. Kini kau
berubah amat jauh, kau terlihat lebih tampan dan rapih. Berpenampilan layaknya
orang kaya pada umumnya. Mana janjimu onew. Janjimu yang akan kembali dan
membuat aku dan mavin bahagia. Janji yang akan membuat sebuah kehidupan baru
yang menyenangkan. Kini buktinya, kau kembali dengan sesuatu yang membuatku
merasa amat hina dan menjijikan karena mau menunggumu selama 3 tahun ini.
“Kau berubah. Jauh dari apa yang ku bayangkan, Onew.”
.
.
.
“Ahjussi aku pulang duluan, yah…”
Aku berpamitan pada Ahjussi Choi atasanku. Namun karena kami sudah
sangat akrab dia mengijinkanku memanggilnya ahjussi, namun tentu saja bukan
dihadapan pelanggan.
“Ne. hati-hati Jiyeon~aa. Sampaikan salam ahjussi pada Mavin adikkmu
yang cerdas itu.”
Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Aku bersyukur bisa bekerja disini.
Banyak orang yang mencintaiku dengan tulus dan begitupun sebaliknya. Merekalah
yang selalu membantuku saat aku merasa terpuruk.
Ku pakai ransel yang tersimpan di dalam loker kerjaku tak lupa mengunci
lokernya kembali. Ku eratkan mantel yang membungkus tubuhku. Rasanya amat
dingin. Walau mantel yang kupakai cukup tebal. Mungkin karena perubahan udara
yang tak menentu membuat cuaca pun semakin hari semakin tak bersahabat. Ingin
cepat-cepat pulang rasanya. Ingin memeluk Mavin dengan erat. Apa jadinya jika
ia tahu jika Onew kini ada di Daegu. Aku hanya takut bagaimana jika mereka tak
sengaja bertemu dan Onew tak menggapnya ada. Aku takut. Aku takut Mavin
terluka.
Dengan tergesa ku langkah kakiku menuju halte, ingin cepat pulang.
“Tunggu !”
Langkahku terhenti saat Ia kini berdiri tepat di hadapanku. Aku hanya
menunduk tak berani menatapnya.
“Mianhe tuan. Saya harus segera pulang…” Ujarku lalu hendak kembali
berjalan. Namun langkahku terhenti saat ia menarik lenganku kuat.
“Aku bilang tunggu !”
“Main tapi saya tak mengenal anda.”
“YA PARK JIYEON !” Dia membentakku cukup keras membuatku meringis. Baru
kali ini, sungguh ini kali pertamanya ia membentakku. Ku doakan wajahku dan
menatapnya tajam.
“Wae ? Sekarang kau sudah mengingatku Mr. Lee ? Apa amnesiamu sudah
sembuh ?”
Dia terdiam. Aku hanya tersenyum kecut. Menepis lengannya dari
lenganku.
“Untuk apa kau kemari. Bukankah kau sudah memiliki yeojachingu baru dan
harta yang banyak. Kenapa tak bersenang-senang dan yeoja itu dan juga harta
yang ka—
‘PLAK’
Aku hanya tersenyum saat ia menaparku cukup keras. Rasanya memang sakit
namun tak sesakit hatiku saat ini.
“Mian…” Ia berusaha mengusap pipiku namun dengan cepat ku tepis.
“Hah ! Jadi untuk ini kau datang dan menemuiku. ?”
“Kau tak mengerti Jiyeon.”
“KAU YANG TAK PERNAH MENGERTI ONEW…KAU !!” Bentakku di depan wajahnya
yang kini hanya diam.
“3 TAHUN ONEW. KAU TAHU 3 TAHUN AKU MENUNGGUMU DATANG. DAN APA KAU
DATANG..? Tidak. Aku menyesal telah menunggumu selama ini.”
“Mian..”
“Aku tak butuh ma’afmu. Menyingkir dari hadapanku aku mau pulang…”
“Aku akan mengantarmu..”
“Tidak usah. Aku tak sudi di antar oleh orang pendusta sepertimu.”
Dan ucapanku barusan cukup membuatny diam. Sampai aku pergi dan
meninggalkannya yang masih mematung di tempat yang sama. Pertahanku lemah, saat
air mata itu menetes begitu saja. Mengapa aku baru sadar jika aku ini bodoh.
Mengapa aku baru sadar jika aku ini sangatlah menyedihkan.
“NAPPEUN !!”
Aku semakin keras terisak. Mengusap air mataku kasar dengan lenganku.
“AKU MEMBENCIMU ONEW…SANGAT !!!”
Walau jauh di dalam sini. Aku tak pernah seidkit pun membencinya. God !
Mengapa kau biarkan aku terlalu mencintainya.
.
.
.
.
‘CKLEK’
Aku melepaskan sepatuku dan melemparkan mantelku sembarangan. Ku
rebahkan tubuhku di sofa yang ada di ruang keluarga.
“Noona, kau sudah pulang…”
Buru-buru ku bersihkan sisa air mata yang masih membasahi pipiku.
Takut-takut Mavin tahu jika tadi aku menangis.
“Ne, kau belum tidur sayang..”
Ia menggeleng pelan. Mengusap kedua matanya yang terlihat sehabis
bangun tidur. Piyama power range yang melekat di tubuhnya Nampak kusut,
rambutnya berantakan. Kutarik tubuh mungilnya kepangkuanku. Mengecup kepalanya
lama.
“Apa noona membangunkanmu, malaikat kecilku ?”
Dia tersenyum kecil dan menggeleng. Menatapku sekilas. “Aniyo. Mavin
hanya tak bisa tidur jika tak ada nuna…”
Aku tersenyum dan memelukku erat. Chinja. Hanya Mavin selama ini yang
menjadi semangatku untuk tetap bertahan. Tuhan ! Aku mencintai adikku ini.
“Noona, kenapa matamu bengkak, apa noona habis menangis ?” Tanyanya
polos seraya mengusap mataku. Aku hanya memejamkan mataku menikmati sentuhan
lengan mungilnya.
“Aniyo sayang. Noona hanya lelah.”
Mavin memelukku erat.
“Guruku bilang. Jika Seseorang yang kita sayangi merasa lelah kita
harus memeluknya dengan erat…” ujarnya polos sementara aku hanya tersenyum.
“Karena itu Mavin akan memeluk Noona dengan erat supaya noona tidak
lelah lagi. Ma’afkan Mavin yah noona karena Mavin noona harus bekerja sampai
malam…”
Aku terenyuh mendengar ucapannya. Adikku ini sangat cerdas.
“Aniyo sayang. Noona senang bisa bekerja untuk membiayai sekolahmu.
Pokoknya kau harus sekolah setinggi-tingginya supaya nanti kau bisa menjadi
orang kaya…”
Mavin tersenyum dan mengangguk cepat.
“Ne. nanti kalau Mavin sudah jadi orang kaya Mavin akan mengajak noona
naik helikopter yang besar lalu kita pergi berkeliling dunia. Bagaimana , noona
mau ?” Tanyanya polos
Aku hanya mengangguk dan mengusap kepalanya.
“Kemana pun noona mau asal bersamamu..”
“Hhe…Ne. Mavin sayang noona. Sangat sayang…”
“Naddo sayang. Naddo..”
***
“Mavin, Bangun sayang, kau harus mandi…”
Malaikat mungilku enggan beranjak. Ia malah menarik kembali selimut
bearnya. Aku hanya menghela nafas dan kembali mengguncangkan tubuh mungilnya.
“Katanya mau jadi orang kaya. Kalau mau jadi orang kaya jangan malas…”
Dengan sigap Mavin bangkit dari tempat tidurnya dan duduk menghadapku.
Ia menggaruk kepalanya dan menggeliat lucu.
“Mianhe noona, hhe…”
“Ne, gwenchana. Sana mandi. Setelah itu noona akan mengajakmu ke
restoran. Katanya ahjussi Lee akan memberikanmu hadiah karena kau mendapat
nilai seratus dalam ulangan kemarin…”
Mavin berlonjak girang dan dengan cepat berlari menuju kamar mandi.
.
.
.
“Noona, kenapa restorannya masih sepi ?” Tanyanya saat kini kami telah
sampai di depan restoran. Aku mengernyitkan alisku bingung. Pasalnya ini memang
terasa aneh. Biasanya hari libur akan banyak sekali pengunjung namun kenapa
jadi sepi.
“Kajja kita masuk saja dulu Mavin..”
Setelah kami sampai di dalam restoran. Aku bergegas membawa Mavin
menuju ke dapur, sekalian hendak mengganti pakainku dengan pakaian kerja. Namun
mataku membulat saat semua anggota restoran tengah berkumpul disana.
“Ada apa ini ?” Tanyaku tak mengerti. Sementara Mavin hanya memeluk
pinggangku erat. Mungkin ia takut karena semua orang kini tengah menatap kami.
“Jiyeon, apa yang kau lakukan kemarin ?”
Aku mengernyitkan alisku bingung. “Aku tak melakukan apa pun…”
“BOHONG !”
“Aku tak berbohong Mr. Shin. Sungguh….” Ujarku menjelaskan. Sementara
ahjussi Lee tampak menunduk membuatku semakin bingung.
“Semalam Tuan Choi menelpon kemari dan dia bilang kau telah mengganggu
suami anakknya. Apa itu benar ?”
Aku semakin tak mengerti. Mengganggu suaminya ? Wajah suamnya saja aku
tak tahu bagaimana mungkin aku mengganggu mereka.
“Aniyo.. Bahkan orangnya saja aku tak tahu manager. Sungguh…” Ujarku
meyakinkan.
“Anakknya adalah yeoja yang kemarin kau antarkan makanannya dan
suaminya bernama Lee Jinki. Apa kau benar-benar tak tahu…?”
Aku terdiam. Jadi Mereka sudah menikah ?
Ada yang mencelos didalam sana.
Semantara Mavin semakin memeluk pinggangku erat.
“Aku memang mengenal namja itu tapi aku sama sekali tak menganggunya.”
“KAU DI PECAT. Apa kau tahu Mr. Choi adalah pemegang saham terbesar
restoran kita.”
Aku membeku di tempat itu. Tak mampu melakukan apa pun. Mengapa semua
hal ini datang saat aku bertemu dengannya.
“Noona Mavin takut…”
Dengan cepat aku berjongkok dan mengusap kepala Mavin. “Gwenchana
sayang. Mr. Shin hanya sedang bercanda. Kajja kita pulang…”
Mavin hanya mengangguk. Aku menatap mereka satu persatu kemudian
membungkuk. “Terima kasih untuk semua kebaikan kalian selama ini. Ma’afkan aku
jika sering membuat kekacauan. Annyeonghaseo…”
Dengan berat hati aku melangkahkan kakiku meninggalkan tempat itu.
Onew, setelah kau menghancurkan hatiku kini kau telah berhasil merenggut masa
depan Mavin. Darimana aku akan mendapatkan uang jika aku tak tahu harus bekerja
dimana.
“Noona, kenapa mereka membentak noona. Apa mereka orang-orang jahat…?”
Aku hanya tersenyum dan mendudukan Mavin di kursi kayu di taman
bermain.
“Aniyo sayang. Mungkin mereka sedang banyak masalah jadi marah-marah
begitu..”
“Tapi Mavin takut melihatnya. Apa Noona tidak takut ?”
Aku tertawa. Anak ini selalu saja mampu membuatku tersenyum dengan
pertanyaannya.
“Aniyo. Noona tak pernah takut karena ada Mavin disini, hhe…”
Dia tersenyum lebar menampilkan deretan gigi susunya yang rapih. “ Ne
noona benar. Mavinkan power ranger, tadi kekuatan Mavin belum keluar jadi Mavin
tadi tak bisa membantu noona melawan mereka, mianhe…”
Aku menggeleng. “Iya, tak apa sayang….”
“Noona, Mavin rindu Onew hyung. Kapan dia datang..?”
Deg !
Aku terdiam. Senyuman di wajahku memudar begitu saja saat mendengar
namanya. Mavin, andai kau tahu jika Onew oppa yang selama ini kau
bangga-banggakan itu telah berubah menjadi sosok yang lain. Sosok yang noona
pun tak harapkan untuk kembali.
“Dia tak akan kembali sayang..”
“Wae ?”
“Karena dia telah melupakan kita…”
Mavin terdiam. Ia menunduk. aku baru sadar ucapanku salah saat Mavin
kini menangis. Tuhan. Apa yang barusan aku katakana.
“Uljima sayang, kenapa menangis eoh ?”
“Apa kini Onew hyung sudah jadi orang kaya seperti appa dan tak mau
kembali hingga melupakan kita noona ? huhuhuhu…Mavin tak mau jadi orang kaya
karena mavin tak mau melupakan noona…huhuhu…Mavin sayang noona…”
Dan.
Aku ikut menangis bersamanya. Naddo Mavin, noona juga sangat
menyayangimu.
***
Hah ! Ku hela nafas berat. Sudah berpuluh-puluh tempat ku datangi namun
hasilnya tetap sama, mereka tak membutuhkan pegawai baru. Tuhan. Aku harus
bagaimana ?
Ku dudukan tubuhku di sebuah kursi panjang yang tersedia di bawah pohon
di pinggir jalan. Kupejamkan mataku menikmati semilir angin yang berhembus
membuatku kembali teringat tempat itu.
.
.
.
Dan disinilah aku. Di ladang ilalang yang dulu merupakan tempat
favoritku untuk menyendiri melepas penat. Ku hempaskan tubuhku di rerumputan
hijau.menikmati semilir angin yang mengibaskan rambutku.
“Aku merindukanmu…”
Tak bisa ku pungkiri. Jika aku masih merindukannya. Walau sejauh ini
dia berubah, berubah menjadi seseorang yang tak ku kenal namun jauh dalam
hatiku aku masih merindukannya. Tak terasa air mataku menetes begitu saja. Aku
terisak.
Sampai sesuatu yang hangat terasa melingkari tubuhku. Aku berani
mendoak dan membuka mataku yang tadi sempat terpejam.
“Kau ?”
Aku berusaha berontak. Melepaskan pelukannya dari tubuhku.
“MENJAUH…!!” Bentakku cukup keras. Namun ia enggan bergerak malah semakin
memelukku dengan erat. Sampai aku merasa lemas untuk melawan dan lebih memilih
membiarkannya memelukku. Tak terasa aku ikut memejamkan mataku menikmati hangat
tubuhnya yang lama aku rindukan.
“Mianhe…” Pelannya.
“Kenapa kau kembali lagi ! Mengapa tak menghilang saja dari
hidupku…MENGAPA ?”
“Mianhe….”
Aku memukul bahunya keras.
“KAU MEMBUATKU SEPERTI ORANG GILA YANG MENUNGGUMU SELAMA 3 TAHUN. KAU
MEMBUATKU GILA KARENA TERUS MEMIKIRKANNMU…KAU MEMBUATKU GILA KARENA AKU TERLALU
MERINDUKANMU…NAPPEUN…!!!”
“Mian…chinja mianhe Jiyeon~aa…” Ia terus berkata ma’af tanpa mau
melepaskan pelukannya pada tubuhku.
“Mengapa Onew…mengapa kau datang ? Mengapa kau datang dengan segala hal
yang membuatku merasa sakit…Kau datang dan membuatku benar-benar sadar jika aku
ini yeoja menyedihkan yang menunggumu padahal kau disana bersenang-senang
dengan yeoja lain yang lebih kaya…huks…”
Dia menggeleng cepat. “Aniyo Jiyeon. Bukan seperti itu. Kau salah
paham…”
Ku lepaskan pelukannya cepat.
“Salah paham ? Apa yeoja di restoran itu juga salah paham. Apa saat kau
mengatakan kau tak mengenalku pun itu salah paham. Apa saat kau menamparku
keras pun itu salah paham…BEGITU ? Kau pikir aku bodoh !!”
“Kau benar-benar tak mengerti Jiyeon…”
“Bukan aku yang tak mengerti. TAPI KAU . Kau yang tak mengerti bagamana
perjuanganku selama ini tanpamu. Kau tak mengerti bahkan mungkin tak mau
mengerti. Aku membencimu Onew. Sangat…!!”
Aku beranjak bangkit hendak meninggalkannya namun tiba-tiba ia
memelukku dari belakang dengan erat.
“Aku merindukanmu, sangat Jiyeon. Teramat sangat.”
Aku diam. Membiarkannya mengatakan segalanya.
“Kau tak tahu bagaimana keadaannya saat aku memutuskan untuk bekerja di
Seoul. Awalnya aku menikmatinya karena gaji yang aku dapat disana besar dan
cukup untuk membiayai kita. Tapi saat aku hendak mengirimu kabar anak Tuan Choi
melarangku. Dia mengatakan agar aku jangan mengirimimu kabar apapun atau aku
akan di pecat dan aku menurut saja. Lama kelamaan aku baru tahu jika dia
mencintaiku Jiyeon. Aku menolaknya namun dia memfitnahku dan melaporkan jika
aku menghamilinya dan itu membuat Tuan Choi marah dan akhirnya dia menyuruhku
untuk menikah dengan anaknya, Luna. Dia merubah penampilanku agar aku terlihat
seperti orang kaya agar aku tak memalukan keluarganya. Namun sungguh Jiyeon, aku
benar-benar tak mencintainya. Sedikit pun tidak…”
Aku semakin terisak. Melepaskan rengkuhan lengannya dari tubuhku dan
menatapnya.
“Jadi kini kau telah menikah dengannya ?”
Onew terdiam. Dia tak menjawab apapun.
“Chukae. Aku turut berbahagia…Mianhe jika aku menjadi perusak keluarga
baru kalian. Aku pergi.”
Tuhan ! Mengapa kau membuat kami seperti ini. Rasanya mengapa sesakit
ini.
“Jiyeon !”
“Jangan mendekat Onew. Kau sudah menjadi milik orang lain. Aku tak
berhak lagi atas dirimu…”
“Tapi aku tak mencintainya. Aku mencintaimu…” Dia mencoba meyakinkanku
lagi. Namun semuanya sulit untk d benarkan. Aku hanya tersenyum.
“Kau sudah berubah sangat jauh Onew. Kau bukan lagi Onew yang dulu ku
kenal. Kini kau lain. Bahkan aku tak mengenalmu lagi. Berbahagialah dengan
kehidupan barumu. Anggaplah kita tak pernah bertemu namun aku akan selalu
mengingat Onew yang dulu, Onew yang menjadi malaikatku, Onew yang biasa saja,
sederhana namun penuh kasih sayang, Onew yang pantang menyerah walau di cerca
seperti apapun. Onew yang penuh tawa dan senyuman. Tapi itu bukan dirimu. Kau
kini berubah menjadi sosok lain yang sangat kutakuti..”
Air mataku menetes satu persatu, pisau itu kembali menyayat hatiku.
Rasanya amat perih namun ku abaikan. Walau kini paru-paruku ikut merasa
tercekat dan membuatku sesak aku tak perduli. Ku langkahkan kakiku
meninggalkannya yang diam membatu. Dengan cepat kututup mulut ini saat aku
mulai terisak.
Kini tak ada lagi dirimu. Kini tak akan ada lagi sosokmu dalam hidupku.
Kau berubah. Kau menjadi yang lain. Sosok yang tak ku kenal. Aku akan
merelakanmu pergi. walau harus tersenyum dalam jerit hatiku.
***
EPILOG
-Onew Side’s-
Aku menyesal telah berani pergi dari sisimu. Kini aku baru sadar jika
tempatku hanya disisimu. Jiyeon. Andai kau tahu hidupku tak lebih baik tanpamu.
Aku menderita tanpa melihat nyata sosokmu.
Air mata jatuh dari mataku. Di depan orang lain aku tersenyum tapi
dalam hati aku menangis. Aku membuat suatu kebohongan yang menyiksaku sendiri.
Aku berakting jika aku baik-baik saja. Kini aku benar-benar membenci diriku
sendiri. Membenci kebodohan yang telah ku perbuat sendiri.
Aku mohon kembali padaku. Aku merindukanmu, Jiyeon. Orang berkata aku
gila, aku tak bisa pergi tanpamu. Hatiku mengatakan jika aku tak bisa
melupakanmu. Kembalikan kesampingku, tetaplah dihatiku Jiyeon.
Kini hatiku telah hancur. Aku lelah untuk berpura-pura lagi. Aku lelah
untuk kembali tersenyum. Hanya air mata yang selalu jatuh tak terkendali.
Jiyeon, aku mohon ma’afkan aku. Aku mencintaimu, mencintaimu seperti orang
gila. Dalam mimpi aku melihatmu tapi saat aku bangun aku tak menemukan sosokmu.
Itu menyakitkan Jiyeon. Jebbal, kembali.
Aku mencintaimu. Aku merindukanmu.
***
[END]
Note : Tak semua hal dalam hidup ini berakhir ‘Happy Ending’ terkadang
ada yang berakhir menyakitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar