Saya menangis saat menonton Rooftop Prince Episode 2. Lebih tepatnya mengeluarkan air mata. Karena lucunya buanget!! Jika di episode 1, banyak lompatan waktu yang terjadi dari dua masa, sekarang dua masa itu telah bersatu.
Hasilnya? Air mata saya mengalir.
Sinopsis Rooftop Prince Episode 2
Park Ha sangat ketakutan melihat keempat pria asing di hadapannya. Ia meraih panci dan menyuruh mereka untuk tidak mendekat. Teriakannya semakin keras karena mereka tak mengindahkan kata-katanya dan malah mendekatinya dengan sikap mengancam.
Ia mundur
selangkah demi selangkah karena kempat pria itu malah berjalan
mendekatinya. Ia terdesak ke tembok, hingga akhirnya bergerak mundur
keluar rumah.
Namun begitu
di halaman, keempat pria itu malah terpukau oleh pemandangan diluar dan
pria berhanbok biru bergumam, “Sinar apa itu?”
Tentu saja di istana tak ada lampu lilin yang seterang yang mereka lihat sekarang.
Tentu saja di istana tak ada lampu lilin yang seterang yang mereka lihat sekarang.
Ketiga pria
yang lain juga bengong melihat lampu kota yang tak pernah mati. Pria
berbaju biru itu berteriak dengan kata-kata sageuk, menuntut Park Ha
untuk memberitahu mereka sekarang mereka ada dimana?
Mendengar pertanyaan konyol itu, tentu saja Park Ha menjawab, “Kau tak tahu? Tentu saja di rumah orang lain!”
Young Sul
langsung menghardik Park Ha yang tak sopan pada pangerannya. Dengan
mengarahkan pedang ke arah Park Ha, Young Sul menyuruh Park Ha untuk
berlutut dan minta maaf sekarang juga.
Melihat pedang terhunus ke arahnya, bukannya takut, Park Ha malah tertawa tak percaya. Apa mereka semua sudah gila?
Melihat pedang terhunus ke arahnya, bukannya takut, Park Ha malah tertawa tak percaya. Apa mereka semua sudah gila?
Park Ha makin
yakin mereka semua sudah gila karena pria berhanbok biru itu (masih
dengan bahasa sageuk) malah menanyakan jati dirinya? Manusia atau hantu?
Ini alam nyata atau alam jadi-jadian? Ia malah mengancam untuk
berteriak, semua tetangganya pasti akan berdatangan dan mereka pasti
akan langsung ditangkap.
Young Sul yang
tak sabar langsung menghunuskan pedang ke arah Park Ha, membuat Park Ha
ketakutan dan berlindung di balik panci kecilnya. Hhh.. kayak panci itu
bisa jadi tameng aja..
Mendengar
kata-kata itu, Park Ha memandang mereka dengan sedikit dugaan, namun
tetap bertanya, “Sebenarnya kalian dari mana? Apa aku perlu mengantar
kalian ke suatu tempat?”
Mereka
langsung berkumpul dan menunduk macam pemain bola yang sedang time
break. Man Bo mengatakan kalau tempat ini sangatlah berbahaya dan
sebaiknya mereka harus kembali ke istana. Yi Gak menyimpulkan kalau
sebelum pingsan, mereka masih ada di gunung dan pasti gerombolan
pengejar itu yang memindahkan mereka.
Yi Gak
menegakkan tubuh dan berkata pada Park Ha yang ikut mencuri dengar
pembicaraan mereka, “Kau makhluk kecil, dengarkan aku! Kembalikan kami
ke istana sekarang juga, dan aku akan mengampuni nyawamu!”
Kasim Chi San berteriak lantang mengumumkan, “Yang Mulia akan segera meninggalkan tempaaattt..!!”
Mereka pun
terbengong-bengong melihat rupa kota yang sangat berbeda dengan beberapa
menit yang lalu sebelum awan menelan mereka. Yi Gak memegang
seatbelt-nya erat, seolah nyawanya tergantung pada seatbelt itu.
Sementara itu ketiga pengikutnya duduk di belakang truk pick up, juga
terkesima.
Yi Gak
menyuruh Park Ha untuk mengantarkannya ke istana. Park Ha pun langsung
mengatakan kalau ia akan mengantarkan mereka ke istana Gyeongbukgung.
Tapi Yi Gak menyangka Park Ha bergurau karena istana itu telah dibakar
habis dan belum dipugar kembali.
“Ternyata kau berpendidikan juga,” puji Park Ha pada Yi Gak yang mengerti sejarah.
“Kalau aku
mau, aku akan merobek mulutmu sekarang juga. Tapi aku tak akan
melakukannya sekarang. Antarkan aku ke Changdeokgung sekarang juga.”
Meluncurlah
truk pick up itu ke istana Changdoekgung. Sesampainya di sana, Park Ha
menginjak rem keras-keras, sehingga ketiga pengikut langsung terlempar
ke depan.
Yi Gak tak dapat membuka pintu mobil (yaa.. namanya juga pangeran. Jaman dulu, ia tak pernah membuka pintu, sekarang juga begitu). Park Ha yang membukakan pintu untuknya.
Park Ha tertawa sinis melihat Chisan menunggui Yi Gak turun bak seorang raja. Ia menggumam kalau acting sageuk mereka benar-benar meyakinkan. Sebelum pergi, Park Ha berpesan agar mereka segera pulang ke rumah dan hidup secara normal.
Yi Gak tak dapat membuka pintu mobil (yaa.. namanya juga pangeran. Jaman dulu, ia tak pernah membuka pintu, sekarang juga begitu). Park Ha yang membukakan pintu untuknya.
Park Ha tertawa sinis melihat Chisan menunggui Yi Gak turun bak seorang raja. Ia menggumam kalau acting sageuk mereka benar-benar meyakinkan. Sebelum pergi, Park Ha berpesan agar mereka segera pulang ke rumah dan hidup secara normal.
Tapi mereka tak memperhatikan kata-kata Park Ha. Man Bo malah memperhatikan detail kendaraan yang baru saja mereka tumpangi.
Gerbang tak dibuka, sirene polisi yang didapat dan teriakan polisi yang menyuruh mereka pergi jika syuting film telah selesai.
Kebingungan karena lampu sorot polisi dan pengusiran itu tapi ingin tetap masuk, mereka hanya mondar mandir di sekitar istana
Akhirnya mereka terjebak di tengah jalan. Panik dan bingung melihat mobil yang bersliweran, apalagi polisi yang tadi lewat dan melihat mereka malah mengganggu lalu lintas.
Polisi itu tak sabar dan menyuruh mereka untuk SEGERA pergi, membuat mereka terpencar dan kehilangan satu sama lain.
Polisi itu tak sabar dan menyuruh mereka untuk SEGERA pergi, membuat mereka terpencar dan kehilangan satu sama lain.
Sudah
terpencar, hujan pula. Lapar pula. Klop sudah penderitaan Pangeran Yi
Gak. Ia jadi ngiler ketika melihat dua anak SMA sedang menikmati
hangatnya Pop Mie dan tak sadar kalau ia memasang wajah nafsu.
Ia tersadar setelah kedua remaja itu menatapnya dengan pandangan aneh dan berpindah ke tempat duduk lain.
Ia tersadar setelah kedua remaja itu menatapnya dengan pandangan aneh dan berpindah ke tempat duduk lain.
Akhirnya ia
masuk toko dan menyuruh penjaga toko untuk memberikan makanan seperti
yang dimakan kedua remaja tadi dan akan membayarnya besok. Penjaga toko
itu hanya bisa mengucap ‘Ha?’ dan sesuai jamannya dulu, kata-kata itu
sangat tak sopan. Ia berteriak marah dan menyuruh untuk menyajikan mie
itu SEGERA!
Penjaga toko itu menggelengkan kepala dan bergumam, “Daebak!”. Dan ia pun memencet 112 dan mengusirnya keluar.
Panggilan 112 pun datang, dengan polisi yang sama dan Man Bo, Young Sul dan Chi San yang keluar dari pintu belakang.
Panggilan 112 pun datang, dengan polisi yang sama dan Man Bo, Young Sul dan Chi San yang keluar dari pintu belakang.
Polisi itu tak percaya akan ‘keberuntungan’ yang ia temui hari ini dan bergumam kesal, “Apa aku sedang masuk TV, ya?”
Hihihi.. takut ada Uya Kuya di Jebakan Betmen, ya..
Akhirnya
mereka terjeblos ke dalam penjara. Sementara Park Ha merasa happy go
lucky. Ia memasang alarm di pintu depan. Saat subuh ia ke pasar untuk
membeli bahan makanan dan mengirimnya ke restoran-restoran.
Ia juga mengantarkan sayuran untuk kakaknya Se Na. Tapi betapa terkejutnya ia. Bukannya melihat Se Na, ia melihat seorang pria di apartemen Se Na.
Se
Na kaget melihat Park Ha dan bertanya apakah Tae Moo yang membukakan
pintu untuknya? Tae Moo malah bertanya mengapa Park Ha memanggilnya
kakak? Apakah gadis itu adiknya?Ia juga mengantarkan sayuran untuk kakaknya Se Na. Tapi betapa terkejutnya ia. Bukannya melihat Se Na, ia melihat seorang pria di apartemen Se Na.
Se Na berkelit kalau Park Ha hanyalah kenalannya yang dulu pernah ia bantu dan ia sering mengirimkan sayuran untuknya.
Betapa takutnya ia saat ia teringat kalau gadis itu adalah gadis yang ditaksir oleh Tae Young sesaat sebelum ia meninggal.
Pagi
harinya, polisi itu kaget menemukan mereka lagi di dalam penjara,
karena sebelumnya ia sudah melepaskan mereka. Teman kerjanya melaporkan
kalau mereka ditangkap karena memasuki lokasi wisata Changdeokgung tanpa
tiket.
“Do Chi San, kelahiran tahun Gyung Oh di hari ke-9 di bulan musim dingin.”
“Song Man Bo, hari ke-21 bulan ke-3, tahun Shin Mi.”
Pak Polisi menatap Yi Gak menunggu jawaban darinya. Ditunggu
tak kunjung ada jawaban darinya. Akhirnya dengan tampang jaim Yi Gak
menjawab, “Aku adalah Pangeran Mahkota. Itu saja sudah cukup”
Mendengar
jawaban aneh itu, Pak polisi hanya bisa mendesah galau dan yang ia tulis
di form identitas : “Sekumpulan pengacau gila.”
Ia menanyakan
informasi penanggung jawab. Tapi mereka tak tahu apa yang dimaksud,
mereka menolak menjawab. Tapi akhirnya polisi itu dapat mengambil
informasi karena air liur keempat pengacau itu menetes melihat salah
satu polisi sedang sarapan. Sarapan = informasi. Tak ada informasi
berarti tak ada sarapan.
Dengan
rangsangan seperti itu, tentu saja mereka mau memberikan. Tapi informasi
penanggung jawab itu seperti apa? Dengan dialek sageuk, Pak Polisi
mengatakan alamat (hah?), no telepon (hah?), atau apa saja bahkan plat
nomer mobil pun bisa.
Man Bo yang cerdas dan mampu mengingat, langsung teringat dengan nomor truk Park Ha dan langsung menggambarnya.
Buru-buru ia
langsung mengkoreksinya. Tapi terlambat. Pak Polisi itu amat sangat lega
karena dapat menyerahkan keempat pengacau gila itu ke orang lain. Jadi
begitu keempat orang itu sudah diserahkan, maka iapun buru-buru kabur.
Tinggal Park
Ha yang menatap garang kepada empat orang itu. Bersikap tak peduli, Park
Ha langsung masuk ke halaman. Tapi Chi San pingsan dan Man Bo yang
menangkapnya membalas tatapan Park Ha dengan memelas dengan tambahan
kalau mereka tak makan selama dua hari.
Mana Park Ha tahan mendapat tatapan seperti itu?
Maka ia perbolehkan mereka masuk bahkan memasakkan omurice (omelet + rice = nasi bungkus dadar telor) untuk mereka.
Namun walaupun
makanan telah tersaji, mereka tak langsung makan. Mereka tak pantas
makan bersama Pangeran, bahkan satu meja dengannya. Man Bo langsung
menyuruh Park Ha menyiapkan meja terpisah untuk mereka bertiga. Dan Park
Ha memandang Man Bo seperti, “hah? Emang kamu beneran sudah gila ya.”
Ia beranjak
pergi mengambilkan gelas dan botol minum. Betapa terkejutnya ia saat ia
berbalik, makanan itu sudah tandas. Yi Gak bertanya apa makanan yang
baru saja ia makan ini? Masih terpukau dengan apa yang dia lihat, ia
menjawab “Omurice.”
Yi Gak
menirukan kata-kata Park Ha, "Omuraiiiseee..." Dan ketiga orang itu
dengan takzim berkata serentak, “ Omuraiiiseee..." seolah itu adalah
nama dewa yang baru. Pangeran Yi Gak pun melanjutkan, “Untuk pertama
kalinya sejak aku berada di tempat ini, aku merasa bahagia.”
Dengan ketakziman yang sama, ketiga pengikut Yi Gak langsung bersujud dan berkata, “Terima kasih, Paduka Yang Mulia.”
Begitu Park Ha
menghilang, Man Bo, Chi San dan Young Sul langsung menunduk dan
menghabiskan sisa makanan di piring mereka. Begitu pula Yi Gak, hanya
saja Yi Gak lebih sopan. Ia menggunakan sendok untuk mengambil sisa
makanan di piringnya.
Park Ha
dipanggil oleh ibu kosnya karena ada tetangga baru yang menyewa tempat
di sampingnya, yaitu Lady Mimi yang menjadi teman sekamar Becky.
Mungkin saya
salah, tapi sepertinya mereka itu bukan asli Korea, deh. Dan sepertinya
Lady Mimi dapat membaca wajah karena ia mengatakan kalau wajah Park Ha memiliki hoki dan nantinya ia akan dikelilingi oleh pria-pria tampan.
Padahal di
rumah Park Ha terjadi kericuhan. Sesuatu yang bagi kita sederhana, bagi
mereka luar biasa. Yaitu tutup botol yang berulir. Young Sul yang
kekuatannya seperti banteng, harus mengeluarkan tenaga bantengnya untuk
membuka botol air itu. Tapi bagaimanapun tutup botol itu ditarik, tetap
tak bergeming.
Chi San
menyuruh Young Sul untuk segera membukanya karena Yang Mulia sudah
sangat haus. Man Bo membantunya dengan menarik tutupnya sementara Young
Sul memegangi botolnya. Tutup tak terbuka, malah Man Bo yang terjatuh
dan menginjak remote TV.
Suara desingan
panah terdengar dan mereka kaget saat melihat ada panah yang mengarah
kea rah mereka. Young Sul langsung berteriak melindungi Yi Gak, namun
panah itu tetap meluncur kea rah mereka hingga ia harus menendang TV dan
menghancurkannya.
Musuh sudah
mati, tapi musuh baru muncul. Suara wanita yang mengatakan kalau nasi
telah matang (magic jar) membuat semua waspada dan mencari sumber musuh
itu.
Target
ditemukan, dan Young Sul langsung membunuh wanita itu dengan
melemparkannya ke lantai, membuat sebuah lampu pemanas terjatuh dan
membakar tirai rumah.
Lady Mimi
adalah seorang penulis webtoon dan menyukai tempat ini karena tempatnya
tenang. Ibu kos mengatakan kalau mereka harus menjaga barang-barangnya
agar tak terjadi kebakaran. Park Ha membenarkan. Ia sudah melakukannya.
Terjadi
kebakaran. Mereka semua panik, dan mencari air kesana kemari. Man Bo
menemukan air di kamar mandi, di kloset tepatnya, tak menemukan wadah,
ia mengambil air dengan tangannya (ewww) .... dan lari keluar kamar mandi dan menyemburkannya lewat mulut (hueekkk).
Namun
lagi-lagi Man Bo terjatuh dan menginjak boneka beruang besar dan beruang
itu berkata ‘Aku cinta kamu.. Aku cinta kamu’ membuat mereka ketakutan. Dengan
gagah berani Young Sul langsung bertempur melawan beruang itu. Ia
melemparkan beruang itu ke atas, dengan pedangnya beruang itu
tercabik-cabik hingga hancur.
Bersamaan dengan itu, Park Ha datang dan berteriak kaget. Ia langsung meraih tabung pemadam dan menyemprotkan ke arah mereka, mematikan api sekaligus mematikan keempat orang itu.
Hehe.. nggak
ding, mereka nggak mati. Hanya shock karena disemprot hingga badan
mereka putih. Tapi shock mereka kalah dengan kemarahan Park Ha karena
rumah mereka hancur lebur.
Tapi bukan
Park Ha kalau tidak dapat menghentikan para pengacau itu. Pedang panjang
dan tajam? Lewat.Dengan garang ia menyuruh mereka untuk bertanggung
jawab akan kericuhan yang mereka buat. Yi Gak mencoba protes, tapi Park
Ha mengatakan kalau katanya mereka adalah bangsawan yang malah minta
makan padanya. Eh.. sekarang malah menghancurkan rumahnya.
“Jadi apa yang kau inginkan?” tanya Yi Gak.
Melepaskan baju.
Nggak juga.
Park Ha meminta mereka melepaskan baju dan tinggal sementara di dalam
rumah, membersihkan kekacauan yang mereka timbulkan. Jangan menyentuh
apapun atau menimbulkan masalah. Jika tidak ia akan memanggil polisi
yang memenjarakan mereka kemarin. Apa mereka mau?
Tangan mereka serentak melambai, menolak ide penjara. Di abad joseon maupun abad 21, penjara tetaplah sama. Nggak enak.
Ia segera
pergi ke binatu dan menyerahkan hanbok pada pemilik binatu. Ia menelepon
kantor polisi, jika ada keluarga yang melaporkan kehilangan sanak
keluarganya yang mungkin sedikit gila dan melarikan diri. Betapa
kecewanya mendengar tak kalau tak ada laporan. Heheh.. emang mungkin ada
kabur masal dari empat orang yang kegilaannya juga masal?
Pemilik binatu
terkagum-kagum melihat hanbok yang dicucikan oleh Park Ha dan bertanya
kapan Park Ha akan mengambil cucian ini? Park Ha mengatakan kalau ia
bukan ingin mencucinya, tapi menyimpan hanbok itu di tempat binatu.
Park Ha
menyamakan keempat pria asing itu seperti cerita Peri dan Penebang Kayu.
Jika di Indonesia adalah cerita rakyat Joko Tarub (penebang kayu) dan
Nawang Wulan (peri) dengan ia sebagai Joko Tarubnya. Apakah Park Ha
adalah perinya? Dengan nada dendam ia mengatakan ia bukan peri tapi penebang kayu yang akan membuat para peri itu bekerja keras untuknya.
Selama ia
menyimpan hanbok itu, ia memberikan gantinya, baju olahraga berbeda
warna untuk mereka pakai. Seperti mengajarkan pada anak kecil, ia harus
mengajarkan bagaimana menutup baju dengan risleting.
Namun tentu saja anak kecil tak akan membuat pipinya bersemu kemerahan saat ia bencontohkan bagaimana cara menarik risleting.
Dan sekarang
saatnya penebang kayu menjadikan para peri sebagai budak. Park Ha
memebawa mereka ke pasar dan menyuruh mereka mengangkat semua karung
yang berisi kubis yang harus ia kirimkan ke restoran. Tapi hanya Man Bo,
Chi San dan Young Sul yang bekerja. Yi Gak menolak untuk bekerja. Park
Ha menghitung kerugian yang mereka timbulkan (720 ribu won) dan mereka harus mengganti dengan tenaga yang mereka punyai.
Man Bo
bertanya berapa lama mereka harus bekerja? Rupanya Park Ha memberikan
baju dengan berbagai warna untuk memudahkannya memanggil mereka, “Ahh..
rupanya Paman Hijau ini cepat tanggap, juga.” Upah harian mereka 30 ribu
won. Namun karena ada satu orang menolak untuk bekerja -ia melirik
tajam pada Yi Gak- maka mereka harus bekerja selama 8 hari.
Yi Gak
bertanya kemana Park Ha menyembunyikan baju-baju mereka dan menyuruhnya
mengembalikannya sekarang juga. Tapi Park Ha tak menghiraukannya, malah
menyuruh Paman Kuning untuk menerima lemparan dengan baik. Ia menyindir
kekuatan Paman Kuning yang tak seperti pria.
Yi Gak kembali
mengulang titahnya, tapi Park Ha tetap tak menghiraukannya. Ia berkata
selama utang belum lunas, hanbok tak akan kembali. Ia kembali meneriaki
Chi San karena menjatuhkan karung kubis lagi, membuat Yi Gak kesal.
Tae Moo dan Se
Na makan siang bersama dan Se Na bertanya mengapa makan di restoran
yang dekat kantor? Apakah Tae Moo tak takut dipergoki oleh orang kantor?
Tapi bukan itu
yang dikhawatirkan Tae Moo sekarang. Ia malah bertanya tentang gadis
yang ditemuinya tadi pagi. Sepertinya ia pernah menemuinya di luar
negeri. Apakah gadis itu pernah belajar keluar negeri?
Buru-buru Se Na membantahnya walaupun wajahnya menunjukkan sikap was-was. Seumur hidupnya Park Ha tinggal di desa dan baru kali ini ke Seoul. Tae Moo langsung merasa lega dan menyuruh Se Na untuk mulai makan.
Buru-buru Se Na membantahnya walaupun wajahnya menunjukkan sikap was-was. Seumur hidupnya Park Ha tinggal di desa dan baru kali ini ke Seoul. Tae Moo langsung merasa lega dan menyuruh Se Na untuk mulai makan.
Setelah makan
siang, Se Na menjenguk nenek yang dirawat di rumah sakit namun bukan
sebagai pacar Tae Moo, karena Se Na adalah sekretaris di perusahaan
tempat Tae Moo bekerja. Nenek menyuruh Se Na untuk tak memberitahukan
penyakitnya ini pada Tante, karena Tante pasti akan merasa khawatir.
Saatnya makan
siang dan mereka makan ramen. Keempat pengelana itu meniru semua yang
dilakukan Park Ha (bahkan juga menggigit sumpit dan mencoba membuat
corong dari tutup ramen gelas), membuat Park Ha kesal dan menyuruh mereka
makan saja langsung dari gelasnya. Belum sempat ia meneruskan makan,
terdengar suara yang membuat para buruh terlonjak kaget dan waspada.
Yi Gak heran
melihat kelakuan mereka, dan bertanya-tanya sendiri apakah mereka ini
sedang akting atau beneran? Ternyata Se Na yang menelepon, ingin bertemu
dengannya malam ini. Tapi karena Park Ha harus bekerja di pasar nanti
malam, ia menawarkan untuk bertemu dengan Se Na sekarang.
Maka ia
membawa para pekerjanya ikut ke rumah sakit, tempat ia akan bertemu
dengan Se Na. Tak menghiraukan keluhan Yi Gak yang sudah lelah dan ingin
beristirahat, Park Ha menyuruh mereka untuk tetap tinggal di tempat
mereka berdiri sekarang dan jangan pergi kemanapun. Kalau ia kembali dan
tak melihat mereka berada di tempat ini, ia akan langsung pergi
meninggalkan mereka.
Mendengar ancaman itu, Yi
Gak langsung berfantasi lagi kalau ia akan menghukum Park Ha kali ini
dengan siksaan jepitan kaki. Hehe.. sepertinya fantasinya membuat hati
Yi Gak tentram.
Park Ha sangat
senang bertemu dengan Se Na. Jadi ketika Se Na mengungkit kejadian tadi
pagi di apartemennya, Park Ha mengatakan kalau ia sudah dewasa dan juga
pernah tinggal di luar negeri. Jadi ia tak akan mempermasalahkan hal
itu.
Tapi bukan hal
itu yang dipermasalahkan Se Na. Se Na menginginkan Park Ha untuk tak
lagi datang ke apartemennya. Mereka baru bertemu lagi dua tahun yang
lalu, dan ia merasa hubungan mereka sudah terlalu dekat. Mereka bukan
saudara kandung, dan hendaknya Park Ha tak perlu sedekat ini dengannya
atau dengan ibunya. Jangan memanggil ibunya dengan sebutan ibu, dan
jangan memanggilnya dengan sebutan kakak.
Jika mendapat
kesulitan, jangan meminta bantuan mereka. Karena jika mereka menolong
Park Ha, akan sia-sia bagi Se Na dan ibunya, tapi jika tak menolong maka
mereka akan merasa tak enak. Jadi mulai sekarang Park Ha diminta menjaga jarak dengannya dan ibunya.
Whoaaa… So B**CH!
Park Ha terhenyak kaget. Apakah ia melakukan sesuatu yang salah? Mendengar pertanyaan ini, Se Na menjawab, “Kalau kau melakukan sesuatu yang salah, kau hanya perlu memperbaiki kesalahanmu. Tapi bukan itu masalahnya. Ini masalah tentang memaksa menjalin sebuah hubungan, padahal hubungan itu tak seharusnya terjadi.”
Park Ha terhenyak kaget. Apakah ia melakukan sesuatu yang salah? Mendengar pertanyaan ini, Se Na menjawab, “Kalau kau melakukan sesuatu yang salah, kau hanya perlu memperbaiki kesalahanmu. Tapi bukan itu masalahnya. Ini masalah tentang memaksa menjalin sebuah hubungan, padahal hubungan itu tak seharusnya terjadi.”
Yi Gak yang
sedang menunggu Park Ha di luar melihat sekilas wajah Se Na yang sedang
duduk di dalam gedung. Ia langsung mengenalinya sebagai istrinya dan
berteriak dari luar memanggil-manggil istrinya. Ia berlari mengikuti Se
Na ketika Se Na beranjak pergi dari kursinya. Namun istrinya seperti tak
mendengarnya.
Ia terus berteriak memanggil istrinya yang malah berjalan menjauhinya. Yi Gak tak menyerah. Teriakannya semakin keras dan ia pun berlari menghampiri istrinya
Ia terus berteriak memanggil istrinya yang malah berjalan menjauhinya. Yi Gak tak menyerah. Teriakannya semakin keras dan ia pun berlari menghampiri istrinya
Park Ha masih
shock dengan kata-kata kasar yang diucapkan Se Na. Namun rasa shocknya
itu tak berlangsung lama karena ia melihat ketiga pekerjanya berlari
dengan khawatir.
Yi Gak bangun
dari pingsan dan langsung memanggil-manggil istrinya kembali. Tak
menemukan istrinya, ia berlari keluar, namun istrinya sudah tak ada.
Ketiga pengikutnya berlutut di hadapannya mendengarkannya. Yi Gak yakin
kalau ia tadi melihat putri mahkota dan ia harus menemukannya.
Tapi
sebelumnya ia harus berhadapan dengan Park Ha yang marah karena sekali
lagi ia harus mengeluarkan uang untuk Yi Gak berobat ke rumah sakit. Ia
memencet hidung Yi Gak yang terbalut plester dan tak menghiraukan ketiga
buruh yang hendak menghentikannya.
Yi Gak
melepaskan tangan Park Ha dari hidungnya dan berkata, “Aku sudah tak
tahan lagi!” Tapi Park Ha tak mempedulikan ancaman Yi Gak, malah
memencet hidung Yi Gak lebih keras lagi.
Park Ha
menyuruh Yi Gak untuk tetap duduk di ruang rontgen, menunggu panggilan
untuk dirontgen. Sementara ia akan menyelesaikan pembayaran.
Yi Gak duduk
diam menuruti perintah Park Ha. Secara kebetulan nenek lewat dengan
kursi roda dan melihatnya. Matanya terbelalak melihat Tae Young-nya
hidup kembali. Ia segera berbalik kembali melihat ruangan itu, tapi Tae
Young-nya telah lenyap.
Hal ini
membuat nenek menyimpulkan kalau hal itu pertanda ia harus melepas
kepergian Tae Young. Ia mengatakan hal ini pada keluarganya. Ayah Tae
Moo mengusulkan kalau Tae Moo akan tinggal di rumah nenek. Tae Moo
ragu-ragu, namun mengatakan kalau jika nenek mengijinkan, ia akan
tinggal di rumah ini untuk menjaga nenek.
Yi Gak dan
yang lain berdiskusi dan menyadari kalau mereka benar-benar melintasi
waktu selama 300 tahun untuk alasan yang belum diketahui. Tapi karena ia
melihat sosok istrinya pada seorang wanita yang ada di jaman sekarang,
ia menyimpulkan kalau kunci dari misteri kematian istrinya pasti ada di
jaman ini. Dan karena mereka muncul di rumah ini, jalan keluar untuk
kembali ke jaman mereka tentunya dari rumah ini. Maka mereka tak boleh
meninggalkan rumah ini sampai mereka kembali ke istana.
Haha.. untung Park Ha tak mendengar diskusi mereka, kalau tidak ia bisa sangat marah.
Tapi Park Ha
memang muncul, tapi untuk meneriaki mereka agar tak berisik dan segera
masuk rumah, karena mereka harus sudah bekerja pagi-pagi sekali. LOL.
Namun Park Ha
tak dapat memejamkan mata. Ia selalu teringat pada kata-kata Se Na yang
menusuk hati. Ia akhirnya keluar rumah untuk menenangkan diri dan
menemukan Yi Gak yang sedang berdiri di halaman
Ternyata Yi
Gak juga tak dapat tidur karena teringat pada wajah wanita yang mirip
sekali dengan istrinya, dan ia pun juga keluar rumah.
Yi Gak
bertanya mengapa Park Ha tak tidur? Park Ha beralasan ada yang
mendengkur sangat keras sehingga ia tak dapat tidur. Ketika ia
mengembalikan pertanyaan itu pada Yi Gak, Yi Gak menjawab dengan bahasa
planet lain (yaitu bahasa inggil era Joseon) yang diartikan dengan
bahasa sekarang adalah perasaan hatinya sedang tak enak.
Park Ha
memiliki jalan keluarnya. Ia mengambil soju dan whipped cream yang ia
sembunyikan dari balik pot bunga dan mengatakan kalau ini adalah
pemecahannya. Kali ini Yi Gak setuju dan mengatakan kalau ia sudah lama
tak minum-minum.
Namun Park Ha
mengajari minum dengan cara lain. Ia mencontohkan. Setelah Yi Gak minum
soju, Park Ha menyemprotkan whipped cream ke dalam mulut Yi Gak. Yi Gak
menyukai rasa pahit dan manis yang bercampur di dalam mulutnya.
Park Ha
meminum soju dan whipped cream untuk dirinya sendiri, dan Yi Gak ingin
mencobanya sekali lagi. Tapi ia menekan semprotan whipped cream terlalu
lama sehingga whipped cream yang keluar tak dapat ia tampung di mulutnya
sehingga wajahnya belepotan whipped cream.
Park Ha menertawakan Yi Gak yang tak bisa melakukan dengan benar. Ia mencontohkan sekali lagi, namun malangnya kali ini ia bersin dan whipped cream berhamburan ke wajahnya.
Park Ha menertawakan Yi Gak yang tak bisa melakukan dengan benar. Ia mencontohkan sekali lagi, namun malangnya kali ini ia bersin dan whipped cream berhamburan ke wajahnya.
Yi Gak
memperhatikan wajah Park Ha yang memerah karena soju. Tanpa ba-bi-bu,
tangannya memegang pipi Park Ha yang hangat kemerahan, membuat Park Ha
salah tingkah. Ia bertanya apa yang sedang Yi Gak lakukan?
Masih dengn
memegang pipi Park Ha, Yi Gak menjawab, “Nyaman sekali,” ia beranjak
mendekatinya dan meneruskannya dengan lembut, “tanganku sekarang sudah
tak terasa dingin lagi.”
Gubrak!
Park Ha kesal
dan menjauhkan pipinya dari tangan Yi Gak dan bertanya berapa umurnya
sekarang (karena Yi Gak bersikap tak sopan padanya). Yi Gak menjawab
pendek, 300 tahun lebih tua dari Park Ha.
Mendengar hal ini Park Ha bertanya, “Aku akan menjaga rahasia. Tapi apakah kau memang berasal dari Joseon?”
Yi Gak mengangguk.
Joseon atau
bukan dari Joseon, akhirnya Park Ha mengajarkan bagaimana kebiasaan
orang-orang sekarang. Yaitu sebelum mandi, sikat gigi. Ia mencontohkan
bagaimana menyikat gigi yang benar.
Okey.. Taruh pasta gigi, sikat gigi, kumur dengan air dan telan.
Park Ha mengajarkan bagaimana cara buang air kecil. Yaitu di kloset. Buang, dan siram..!
Memanaskan makanan : dengan microwave.
Membuat api untuk memasak : dengan satu kali putar, ta raaa…!
Pengelana dari Joseon : Waaaaa..!!
Dan
pengetahuan berikutnya : Lalu lintas. Park Ha mengajari menyeberang.
Lampu merah untuk stop (Yi Gak yang berbaju merah, langsung berpose
untuk stop) dan lampu hijau untuk maju. Saat lampu berwarna hijau, Man
Bo yang berbaju hijau langsung maju diikuti dengan yang lain.
Mereka
kemudian belajar naik bis dan semua menunggu Yi Gak untuk duduk baru
mereka duduk. Park Ha menghela nafas melihat kakunya tata karma mereka.
Tapi ia berteria kaget melihat kaki mereka yang sekarang tak bersepatu.
Ia langsung meminta supir bis untuk berhenti. Kemana sepatunya?
Sekarang
berbelanja. Park Ha mengajarkan mata uang yang berlaku sekarang. Ia
menunjukkan selembar uang won, dan keempat pengelana itu langsung
bersujud di hadapannya dan berteriak dengan penuh hormat, “Yang Mulia!”
Park Ha
mendapat telepon dari ibunya yang meminta tolong Park Ha agar mau
mengangkut barang-barang atas permintaan Se Na. Ia mencoba mencari truk
pengangkut tapi tak ada yang dapat melakukannya. Park Ha yang tak enak
karena peringatan Se Na kemarin, mencoba mengelak, tapi ibu tetap
memaksa. Akhirnya Park Ha menyetujuinya.
Setelah
menutup telepon, ia mencari keberadaan empat pengelana Joseon. Ternyata
mereka mencoba menaiki tangga yang dapat berjalan dan sekarang terjebak
di dalamnya. “Cepat! Hentikan benda ini segera.”
Truk Park Ha akhirnya tiba di depan rumah Nenek. Setelah
mengebel rumah nenek dan memberitahukan kedatangn mereka sebagai
pemindah barang, ia menyuruh Yi Gak untuk menunggu di depan rumah. Ia
dan yang lainnya akan mencari kardus-kardus kosong yang digunakan untuk
mengepak barang-barang.
Ternyata
pembantu rumah tangga sudah membukakan pintu dan menyuruh Yi Gak
(sebagai pemindah barang) untuk masuk. Yi Gak menurut saja saat disuruh
masuk. Ia dibawa ke ruangan yang ditunjukkan pembantu untuk dipindahkan
barang-barangnya.
Komentar :
Sumpah episode ini lucu banget. Komentar saya cuman satu : Daebak..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar