Sinopsis Rooftop Prince Episode 3 - 2
Tak lama berselang, Yi Gak duduk di sebuah gazebo lengkap dengan papan kayu, pena kuas dan sekotak tinta. Ia dikerumuni oleh para penduduk desa yang menyangsikan kemampuannya. Namun Yi Gak tak mempedulikan mereka, dan mempersiapkan diri untuk mengangkat kuasnya.
Tak lama berselang, Yi Gak duduk di sebuah gazebo lengkap dengan papan kayu, pena kuas dan sekotak tinta. Ia dikerumuni oleh para penduduk desa yang menyangsikan kemampuannya. Namun Yi Gak tak mempedulikan mereka, dan mempersiapkan diri untuk mengangkat kuasnya.
Dan dari
tarikan kuasnya yang pertama, terdengar decak kagum dari para sesepuh.
Apalagi putra dari ahli kaligrafi mereka (yang juga pemilik kebun
strawberi) terkesima melihat tangan Yi Gak yang menari di atas papan,
menuliskan kata yang sama dengan papan lama mereka namun dengan tulisan
yang lebih indah.
Mereka tak
menyadari kalau mereka baru saja menyaksikan ahli kaligrafi yang mumpuni
di jaman joseon 300 tahun yang lalu. Para sastrawan di jamannya saja
sangat mengagumi keahlian Yi Gak, apalagi jaman sekarang.
Yi Gak kembali
ke kebun stroberi sambil menjilati es lilin, tak mengacuhkan kemarahan
Park Ha. Ia malah menawarkan es lilin kedua, yang ia bawa khusus untuk
Park Ha.
Tapi Park Ha
serta merta menampik es lilin itu hingga jatuh. Kemarahannya tak akan
reda hanya dengan sogokan es lilin. Ia bertahan hidup dengan bekerja,
sedangkan Yi Gak tak mau mengangkat tangannya untuk bertahan hidup. Jika
hidup Yi Gak memang sangat berharga, kenapa juga Yi Gak menggantungkan
hidupnya padanya? Ia berjanji akan menendang Yi Gak keluar dari rumahnya
setelah mereka tiba di Seoul.
Mendadak ada
sekelompok orang datang, kelompok orang yang tadi mengagumi keindahan
kaligrafi Yi Gak. Mereka langsung menyerbu kebun dan mulai memetik
stroberi. Pemilik kebun stroberi muncul dan berkata pada Park Ha, kalau
tangan Yi Gak sangatlah berharga sehingga yang biarkan mereka –para
penduduk desa- yang memetik stroberi.
Dengan kalem plus sombong, Yi Gak menghabiskan es lilinnya dan memungut es lilin yang jatuh untuk dimakannya lagi.
Karena bantuan
penduduk desa, maka pekerjaan memetik stroberi sudah selesai, sementara
waktu kedatangan kereta yang membawa mereka ke Seoul masih lama.
Akhirnya mereka berjalan-jalan di taman hiburan untuk menghabiskan
waktu.
Yi Gak
sepertinya sudah kecanduan yang manis-manis, nih. Ia makan arum manis
dengan lahap tak memperhatikan sekitarnya. Tapi perhatian Park Ha
tertuju salah satu mesin permainan yang berisi boneka. Boneka yang
menarik perhatiannya adalah boneka lobak. Ia berencana untuk memasang
boneka lobak itu di dalam tokonya yang baru.
Tapi mesin
boneka itu memang tricky. Dua kali Park Ha mencoba, dua kali pula ia
gagal. Sambil terus melahap arum manis, ia memperhatikan cara Park Ha
bermain. Dan ia menyimpulkan kalau permainan itu sama dengan memancing.Ia pun ingin mencobanya. Dan gagal.
Tapi Yi Gak belum mau menyerah. Ia meminta Park Ha mengeluarkan koinnya sekali lagi dan ia pun kembali mencobanya. Perlahan-lahan dan penuh kesabaran, Yi Gak mengarahkan capitannya pada target dan pas boneka telah didalam jangkauan capitan, ia menekan tombol untuk mengambil.
Berhasil!
Mereka berdua kegirangan seperti anak kecil, meluapkan kegembiraan dengn berpegangan tangan. Namun buru-buru mereka lepaskan saat mereka tersadar.
Ia mengulang-ulang kesuksesannya hari ini. Bagaimana kemampuan kaligrafinya dapat menyelamatkan Park Ha memetik stroberi sendirian. Bagaimana keahliannya dalam memancing berujung pada boneka lobak yang sekarang sedang Park Ha peluk.
Tentu saja
pamernya Yi Gak ini menjengkelkan Park Ha. Ia akhirnya menawarkan
makanan yang manis untuk Yi Gak makan. Dan Yi Gak yang baru sekarang
merasakan manisnya gula, sakarin dan aspartam, langsung mengiyakan.
LOL
Dengan muka polos, Park Ha menyuruh Yi Gak menghisap dalam-dalam apa yang ada di dalam balon dan mengatakan kalau yang ia hirup itu rasanya manis. Yi Gak pun menuruti apa kata Park Ha. Ia menghirup helium yang ada di dalam balon itu, tapi ia tak merasa apapun. Maka ia pun bertanya, “Kenapa tak ada rasa manisnya?" Suaranya seperti terjepit pintu! hwahhhahahaha~
Seperti Mickey Mouse. LOL. Saya pikir Yi Gak mirip dengan Micky Yoo Chun, ternyata mirip sama Micky Mouse.
Yi Gak kaget mendengar suaranya sendiri, “Ada apa dengan suaraku?” Tapi mulutnya langsung mengatup begitu mendengar suaranya yang cempreng.
Park Ha tertawa terpingkal-pingkal mendengar Yi Gak yang marah tapi kebingungan bertanya mengapa suaranya jadi seperti ini? Park Ha tak menjawab, malah tawanya semakin kencang. Yi Gak ingin marah, tapi itu berarti ia harus membuka mulutnya dan bersuara lagi. Maka ia hanya dapat membuka tutup mulutnya berkali-kali, tanpa ada suara yang keluar.
Park Ha menatap Yi Gak kejam dan berkata, “Beginilah caranya bagaimana cara untuk memberikan pelajaran pada mulutmu,” dan pura-pura bertampang polos ia berlalu pergi sambil berkata, “Astaga.. sudah waktunya kita harus naik ke kereta!”
Tinggal Yi Gak yang berdiri sendiri dengan marah tanpa suara.
LOL.
Di Seoul, Mimi dan Becky makan malam dengan ketiga pengikut Yi Gak. Merasa sama-sama asing di Korea (Becky dan Mimi ternyata adalah pendatang), Becky bertanya-tanya tentang asal negara mereka. Chi San berkata Joseon. Tapi Man Bo buru-buru berkata kalau Becky tak pernah mendengar nama negara mereka walau ia mengatakannya.
Park Ha
menelepon Mimi dan meminta Mimi menunjukkan handphone ke hadapan tamu
mereka. Mimi pun menunjukkan pada Man Bo, Young Sul dan Chi San yang
ingin tahu ada apa di handphone Mimi. Ternyata wajah Yi Gak muncul di
handphone itu.
Melihat Yi Gak
yang bermuka bingung muncul di dalam handphone, mereka bertiga langsung
turun dari kursi dan berlutut sambil berkata, “Yang Mulia!”
Bwahaha..
Mungkin mereka berpikir kalau Park Ha menyimpan Yi Gak di dalam
handphone (seperti Genie yang terperangkap dalam botol), karena Chi San
langsung bertanya khawatir, “Kenapa Yang Mulia berada di dalam sana?”
Di dalam kereta, Yi Gak merengut sebal karena jebakan Park Ha tadi. Jadi ketika kepala Park Ha yang tertidur kelelahan menyandar di bahunya, dengan satu jari Yi Gak mendorong kepala Park Ha dengan kesal, sehingga kepala Park Ha terangguk-angguk tanpa sandaran.
Yi Gak
tersadar kalau kelakuannya ini dilihat oleh sepasang kakek nenek yang
memandang tak suka padanya. Jadi ketika kepala Park Ha reflek mencari
sandaran lagi di bahunya, ia tak punya pilihan lain selain
membiarkannya.
Heheh.. kenapa Yi Gak tak berbohong saja, ya kalau ia tak mengenal gadis di sebelahnya? Aahh.. mungkin ia takut saat suaranya keluar, kakek nenek itu akan tertawa kegelian mendengar suaranya. Hehehe.. *abaikan*
Park Ha
mengajak ibu berjalan-jalan ke departemen store, tepatnya ke bagian
skincare. Ibu gusar karena Park Ha mengajaknya ke tempat dimana mereka
tak mampu membeli apapun.
Tapi mereka
mampu, kok. Park Ha mengacungkan gift voucher yang ia terima dari Tae
Moo dan mengatakan kalau ia akan membelikan ibu hadiah ulang tahun
dengan gift voucher ini. Ibu pun senang dan kembali melihat-lihat.
Tak disangka-sangka, Tae Moo dan Se Na melihat mereka berdua. Pada Se Na, Tae Moo menunjuk Park Ha dan berkata, “Bukankah gadis itu adalah kenalanmu?”
Ternyata
diam-diam ibu diseret Se Na keluar dari Departemen Store. Ia benar-benar
marah dengan Park Ha. Kenapa Park Ha selalu muncul di hadapannya?
Bukankah katanya ia akan kembali ke Amerika? Ibu yang membela Park Ha,
“Kemana dia akan pergi? Tentu saja ia akan tetap tinggal di sini.”
Se Na tak menjawab, malah meminta ibu untuk melakukan sesuatu untuknya.
Park Ha mengajak Ibu dan Se Na makan siang di restoran untuk merayakan hari ulang tahun ibu. Ibu berterima kasih atas makan siang dan hadiah yang Park Ha berikan. Ibu khawatir Park Ha banyak mengeluarkan uang padahal Park Ha sedang membutuhkan uang untuk membuka toko.
Park Ha
menenangkan ibu karena masalah toko telah selesai. Ia bahkan akan
membayar pembelian toko hari ini, cek uang pinjaman pun telah ia bawa.
Se Na
berpura-pura ingin ke kamar kecil. Ibu memotong Se Na dan berkata ia
yang akan ke kamar kecil dan meminta Park Ha mengikutinya. Dengan patuh
Park Ha berdiri dan mengikuti ibu ke kamar kecil. Ia tak sengaja
menyenggol tasnya, sehingga amplop yang ia bawa tersembul dari dalam
tas.
Di depan toilet, ibu meneruskan permintaan Se Na untuk mencari pria berbaju merah yang bersama dengannya. Nenek atasan Se Na berjanji tak akan membuat Park mengganti segala kerusakan. Park Ha hanya perlu membawa pria berbaju merah ke perusahaan Se Na.
Park Ha pun menyetujuinya. Saat itu, mereka melihat Se Na terburu-buru pergi dengan alasan ia ada pekerjaan kantor yang mendadak harus ia kerjakan.
Sejak kejadian itu, nenek merasa kurang sehat. Walau adiknya menghibur (dengan guyonan yang tak lucu) ia tetap merasa sedih. Tapi perasaannya langsung berubah saat ia mendengar kabar dari Se Na kalau pria berbaju merah itu telah ditemukan.
Kabar segera menyebar, dan sampai ke telinga Tae Moo. Meninggalkan pekerjaannya, ia buru-buru kembali ke kantor yang sedang mengadakan acara fashion show. Ia bertemu dengan Se Na dan menyuruhnya untuk menyerahkan masalah pria berbaju merah itu padanya, karena hari ini Se Na telah cukup sibuk dengan mengurusi acara fashion sho. Se Na pun menurut pada ucapan Tae Moo.
Di lobi kantor, ia bertemu dengan Yi Gak yang datang diantar oleh Park Ha. Rencananya, Tae Moo akan mengajak Yi Gak keluar
gedung, tapi Tante yang juga datang ke kantor terlanjur melihat mereka,
sehingga Tae Moo pun mengurungkan niatnya dan pasrah.
Di hadapan
semuanya, Yi Gak memperkenalkan diri dan saat ditanya apa tujuannya, ia
berkata jujur, “Mencari putri mahkota.” Ayah Tae Moo terbahak-bahak
mendengarnya. Nenek menunduk sedih mendengar Yi Gak bukanlah cucunya,
sedangkan Tae Moo menarik nafas lega.
Ayah Tae Moo
kemudian bertanya, apa yang Yi Gak lakukan selama dua tahun terakhir
ini? Yi Gak langsung teringat pesan Park Ha, “jangan menceritakan apapun
tentang masa lalumu, karena orang tak akan pernah mengerti. Kalau kau
berbuat benar, aku akan membuatkanmu omurice.”
Nama dewa
omurice disebut, maka Yi Gak pun melakukan apa yang Park Ha perintahkan.
Iapun melempar pertanyaan retoris, “Bagaimana mungkin aku dapat
mengingat apa yang terjadi dua tahun yang lalu?”
Dan ia minum minuman yang disajikan (ia menolak saat ditawari kopi), dan amat sangat menyukainya. Seperti anak kecil, ia bertanya apa nama minuman itu? Sambil menahan tawa, ayah Tae Moo menjawab kalau itu adalah yoghurt.
Melihat hal
itu, nenek menangis terisak. Yi Gak menatap kasihan pada nenek dan
berkata, “Nek, saya merasa tak enak pada anda, tapi saya harus
mengatakannya. Tapi saya bukanlah orang yang anda cari. Jadi, jangan
sia-siakan tenagamu.”
Nenek semakin terisak. Ia memohon pada Yi Gak walau Yi Gak bukan cucunya, bisakah ia menjadi cucunya? Namun permintaan ini segera dijawab oleh Tante yang meminta kakaknya untuk tak membebani Yi Gak. Begitu pula ayah Tae Moo yang memasang wajah memelas.
Hmm… rasa-rasanya sikap Tante dan Ayah Tae Moo ini kok seperti palsu, ya?
Di luar, Tae Moo mengantarkan Yi Gak keluar dari gedung. Tae Moo meminta Yi Gak untuk tak mengkhawatirkan neneknya dan memberinya uang untuk pulang. Tapi Yi Gak menolak karena ia sudah mendapatkan apa yang dia inginkan. Dua pak yoghurt.
Hehehe.. asyik juga minum seperti itu. Satu sedotan untuk 10 yoghurt. Apa setelah itu Yi Gak tidak diare, ya?
Mula-mula Yi
Gak tak memperhatikan fashion show itu. Namun begitu ia melihatnya,
matanya terbelalak dan tak dapat lepas dari wajah-wajah bule yang
menjadi model.
Entah ia terbelalak karena model itu berambut pirang, atau terbelalak melihat model itu hanya mengenakan bikini saja. Sepertinya yang terakhir, karena ia segera membuang muka tak mau melihat. Tapi sesaat kemudian, ia melihat lagi dan matanya kembali terbelalak.
Hehe.. dari jaman kapanpun semua pria tetap sama.
Tapi sosok model bule berbusana minim tak dapat mengalahkan sosok wanita yang ada di belakang panggung. Sosok wanita yang selama ini ia cari.
Tanpa melihat
sekitar, Yi Gak langsung membuang yoghurtnya dan meloncat ke atas
panggung, merusak acara fashion show itu dan berlari memburu Se Na yang
terhenyak mendengar ia memanggil, “Putri Mahkota!”
Yi Gak segera
memeluk wanita yang ia cari selama ini dengan erat. Namun wanita itu
malah mendorong dan menamparnya. Sia-sia ia meyakinkan wanita itu,
“Putri Mahkota, apakah kau tak mengenaliku?”
Dan
seperti déjà vu saat kematian istrinya, tak peduli teriakan Yi Gak yang
menangis memohon, sekelompok satpam menyeretnya menjauh dari wanita
yang ia cintai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar